Ade Indarta tentang menjadi seorang penerjemah

13/09/2019

Acara Kumpul Penerjemah di Batam

Filed under: Acara — Ade @ 10:24

Awal bulan kemarin, untuk kedua kalinya saya mengikuti acara kumpul penerjemah di Batam yang diadakan oleh Himpunan Penerjemah Indonesia Komisariat Daerah Kepulauan Riau (HPI Komda Kepri). Kegiatan yang pertama kalau tidak salah awal tahun ini. Waktu itu tentang pelatihan penerjemahan hukum. 

Di acara kali ini, saya mengisi acara sesi berbagi tentang pengalaman menjadi penerjemah in-house di Singapura. Format acara ini cukup santai. Acara diadakan malam hari di Ruang Kreasi Coworking Space, Batam Center. Peserta bisa duduk lesehan di lantai selain di beberapa kursi yang disediakan. 

Mengingat Batam yang secara geografis sangat dekat dengan Singapura, tema ini dirasa cukup relevan untuk penerjemah yang berdomisili di Batam. Acara ini juga diharapkan dapat mengenalkan HPI profesi penerjemah untuk orang-orang di luar komunitas penerjemah yang selama ini sudah mengenal HPI, selain juga membangun koneksi dengan komunitas-komunitas lain di Batam. 

 

Foto suasana peserta acara

Total kurang lebih ada 16 orang yang hadir malam itu. Beberapa sudah merupakan anggota HPI Komda Kepri. Beberapa teman dari anggota. Dan sisanya merupakan penerjemah-penerjemah yang baru pertama kali mendengar tentang HPI. Kebetulan sekali ketua Umum HPI Pusat Pak Hananto Sudharto sedang berada di Batam dan dapat hadir di acara tersebut, disertai oleh Ketua HPI Komda Kepulauan Riau, Bapak Yudo Diharjo Lantanea

 

Acara yang dimulai tepat pukul 19.00 ini berakhir dengan hangat sekitar pukul 21.30. Selepas presentasi, ada banyak sekali pertanyaan beragam yang diajukan oleh peserta baik kepada saya, Pak Yudo selaku ketua Komda, mau pun kepada Pak Han selaku ketua umum HPI yang menjadikan suasana semakin cair. 

Sekadar info saja, bagi penerjemah di Batam yang ingin tahu lebih banyak tentang Himpunan Penerjemah Indonesia, silakan bisa menghubungi sekretariat Komda:

 

 

 

Sekretariat HPI Komda Kepri

Gedung M3G, Jalan Yos Sudarso, Kota Batam 29432 

T: +62778427667 F: +62778456680 

surel: kepri@hpi.or.id

20/08/2018

Berapa Potensi Penghasilan Maksimal Seorang Penerjemah Lepas?

Filed under: Uncategorized — Ade @ 16:23

Menghitung uang memang selalu mengasyikan. Saya beberapa kali mendengar, atau membaca, di forum-forum penerjemah pertanyaan mengenai berapa penghasilan seorang penerjemah lepas. Pertanyaan ini biasanya datang dari rekan-rekan yang baru mempertimbangkan untuk alih profesi menjadi penerjemah purnawaktu.

Jawabannya pun biasanya beragam. Tergantung dari pengalaman pihak yang menjawab. Juga tergantung dari optimisme masing-masing. Mari kita coba kita hitung potensi penghasilan maksimal penerjemah. Hitung-hitungan ini akan didasarkan kepada asumsi yang super optimis dan memerlukan kerja gila-gilaan untuk mewujudkannya. Berikut asumsi-asumsinya:

  1. Penerjemah bekerja 30 hari setiap bulan. Dengan asumsi penerjemah tersebut tidak butuh libur dan tidak pernah jatuh sakit.
  2. Penerjemah bekerja 16 jam per hari. Dengan asumsi penerjemah tersebut hanya butuh waktu 8 per hari untuk makan, tidur, dan melakukan hal-hal lainnya. Sisa 16 jam per hari digunakan penuh untuk menerjemahkan.
  3. Suplai pekerjaan tidak terbatas. Asumsinya penerjemah ini punya klien yang tidak terbatas yang siap mensuplai yang bersangkutan dengan pekerjaan. Setiap kali satu pekerjaan selesai, pekerjaan yang lain sudah menunggu untuk dikerjakan. Tidak ada waktu menganggur.
  4. Semua klien membayar mahal, dalam dolar US. Asumsinya semua klien penerjemah ini adalah klien luar negeri yang bersedia membayar dengan tarif dolar di atas rata-rata saat ini. Kita misalkan saja 0.1 USD per kata.
  5. Penerjemah dapat menerjemahkan dengan sangat cepat. Asumsinya setiap jam penerjemah ini bisa menerjemahkan tanpa henti hingga 500 kata. Ini di atas rata-rata yang biasanya sekitar 200-300 kata per jam.
  6. Kurs Rupiah sedang melemah terhadap US dolar. Kita anggap saja Rp14.500

Nah, dengan asumsi-asumsi tersebut, kita bisa menghitung berapa banyak potensi penghasilan maksimal seorang penerjemah lepas:

Penghasilan maksimal = 30 hari x 16 jam x 500 kata x 0.1 USD x Rp 14.500= Rp340 juta

Angka ini menurut saya sudah maksimal dengan catatan penerjemah tersebut hanya bekerja sendiri. Saya berani sebut maksimal karena sepertinya tidak mungkin seorang penerjemah bisa menerjemahkan lebih dari 30 hari sebulan, lebih dari 16 jam sehari, lebih dari 500 kata per jam, atau mendapatkan lebih dari 0.1 USD per kata.

Tentu saja kerja gila-gilaan seperti ini kalau pun bisa, kemungkinan besar tidak akan tahan lama. Hitungan pembanding yang lebih realistis mungkin seperti ini:

20 hari x 8 jam x 200 kata x 0.05 USD x Rp 13.500= Rp22 juta

28/07/2015

Berapa Lama untuk Jadi Penerjemah?

Filed under: Uncategorized — Ade @ 15:07

“Saya seorang pemula dalam dunia penerjemahan. Apakah karena saya seorang pemula saya harus menunggu lama untuk dapat proyek?”

Saya agak bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan yang dilempar ke milis Bahtera ini. Saya yakin kalau sebagai penerjemah pemula kita hanya menunggu, sampai kapan pun kemungkinan dapat proyek terjemahan sangatlah kecil.

Saya rasa tidak ada orang yang tiba-tiba saja berubah dari penerjemah pemula menjadi penerjemah senior yang kebanjiran proyek dalam satu malam. Ada proses yang harus dilalui dan proses ini memerlukan waktu yang tidak singkat dan usaha yang tidak sedikit.

Apalagi jika kita hanya menunggu tanpa melakukan apapun. Seseorang disebut sebagai penerjemah karena dia menerjemahkan. Kalau ingin menjadi penerjemah, tentu kita tidak boleh hanya diam dan tidak melakukan kerja penerjemahan.

Mulanya

Cerita awal mula saya mendapat proyek terjemahan agak datar karena memang saya berlatar belakang pendidikan Sastra Inggris. Karier saya sebagai penerjemah terbangun pelan-pelan selangkah demi selangkah sejak kuliah.

Saya ingat sejak semester pertama saya menyandang status mahasiswa Sastra Inggris, orang-orang di sekeliling saya mulai bertanya apakah saya bisa menerjemahkan. Saya baru mulai berani menjalin kerja sama dengan sebuah rental komputer di belakang rumah kos saya ketika masuk tahun kedua kuliah. Si empunya rental waktu itu sering melihat saya mengetik dalam Bahasa Inggris dan mengajak saya bekerja sama. Dia menerima order terjemahan di rentalnya dan meminta saya untuk mengerjakannya.

Setelah itu, saya terus menambah outlet saya dengan bermitra dengan rental komputer lainnya di sekitar kos dan kampus. Puncaknya ada 5-6 rental komputer yang mensuplai proyek terjemahan ke saya. Tarifnya waktu itu memang tidak seberapa tapi lebih dari cukup buat saya yang masih mahasiswa dan cukup menyibukkan saya yang hanya bekerja paruh waktu.

Dua tahun setelah saya mulai menerjemahkan secara profesional. Saya mulai berani bercerita kepada teman dan keluarga saya kalau saat itu saya bekerja sebagai sebagai penerjemah lepas. Saya pun kemudian mulai mendapatkan proyek terjemahan dari teman, temannya teman, dan koneksi lainnya di lingkungan kampus.

Tarif terjemahan untuk klien perseorangan seperti ini tentunya lebih tinggi dari pada yang saya dapat dari rental. Volumenya juga biasanya lebih besar karena materi yang harus diterjemahkan biasanya berupa makalah dan karya ilmiah lainnya. Dari satu klien saja saya bisa mendapatkan order hingga beratus-ratus halaman dokumen.

Proyek luar negeri

Periode penerjemah rental dan klien perseorangan itu juga saya jalani selama dua tahun hingga saya mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah agensi terjemahan. Momen bekerja di agensi ini paling berkesan buat saya karena saya belajar banyak hal di sana tentang bisnis terjemahan internasional.

Agensi tempat saya bekerja sebagian besar kliennya adalah klien internasional. Saya di sini mulai belajar tentang CAT tool, korespondensi via email, membuat proposal penawaran, mengirim invoice, dsb. Pada tahun yang sama saya juga berkenalan dengan milis Bahtera, mengikuti seminar penerjemahan pertama saya di UI, dan juga menjadi anggota Himpunan Penerjemah Indonesia.

Ketika itu saya tetap bisa bekerja sebagai penerjemah paruh waktu karena kebijakan perusahaan tidak melarang karyawannya bekerja lepas setelah jam kerja. Saya mulai berhenti menerima proyek dari rental komputer karena tarifnya semakin terasa terlalu rendah. Sebagai gantinya, saya mengerjakan proyek dari kantor di malam hari yang dibayar sebagai pekerjaan lepas.

Selain itu, saya juga mulai membuat profil di Proz dan Translatorscafe. Hampir setiap hari ketika itu saya mengirimkan lamaran dan mengajukan penawaran ke agensi-agensi yang ada di kedua situs itu.  Proyek dari luar negeri pertama saya dapat sekitar 4 tahun sejak saya mulai menerjemahkan. Proyek ini saya dapat sendiri dari Proz, bukan dari agensi tempat kerja saya. Butuh waktu sekitar 1 bulan sejak saya mulai mengirimkan lamaran ke banyak agensi hingga mendapatkan proyek itu.

Penerjemah lepas full-time

Lima tahun sejak pertama kali menerima order terjemahan, portofolio klien saya sudah lumayan lengkap: Saya masih punya klien perseorangan yang setia mengirimkan order terjemahan. Saya bekerja sama dengan beberapa agensi terjemahan lokal yang rajin mengirimkan pekerjaan kepada saya. Saya selalu punya setidaknya satu order terjemahan buku dari penerbit yang bisa saya kerjakan ketika order yang lain sedang sepi. Saya juga mempunyai beberapa langganan agensi luar negeri yang secara berkala mengirimkan order terjemahan kepada saya.

Ketika itu pendapatan saya dari pekerjaan lepas saya mencapai berkali-kali lipat dari gaji saya di kantor. Saya pun memutuskan untuk keluar dan menjadi penerjemah lepas full-time. (Beberapa tahun kemudian saya pindah ke Singapura untuk menjadi penerjemah in-house tapi itu lain cerita).

Jalur karier ideal

Menjawab pertanyaan di awal tadi, saya tidak pernah menunggu mendapatkan proyek. Sebaliknya saya justru mulai merasa sebagai penerjemah ketika sudah mulai banyak mengerjakan proyek terjemahan. Kalau dirangkum kurang lebih jalurnya seperti ini:

  • Tahun ke-1: Mengambil pendidikan bahasa formal
  • Tahun ke-2: Mulai menerima order proyek terjemahan
  • Tahun ke-5: Bekerja di agensi terjemahan
  • Tahun ke-5: Mulai menerima order proyek luar negeri
  • Tahun ke-6: Menjadi penerjemah lepas full-time

Menurut saya yang saya lalui agak acak. Kalau saya bisa memilih dan menata jalur karier saya sendiri dari awal, idealnya menurut saya urutannya seperti ini seharusnya:

  • Tahun ke-1: Mengambil pendidikan bahasa formal
  • Tahun ke-2: Mulai menerima order proyek terjemahan
  • Tahun ke-3: Bekerja/magang di agensi terjemahan
  • Tahun ke-4: Mulai menerima order proyek luar negeri
  • Tahun ke-5: Menjadi penerjemah lepas full-time

Dengan jalur seperti ini, begitu lulus kuliah, kita sudah punya cukup banyak klien dan pengalaman untuk bekerja sebagai penerjemah lepas full-time.

« Newer PostsOlder Posts »

Powered by WordPress