Ade Indarta tentang menjadi seorang penerjemah

04/10/2011

Kode Etik Himpunan Penerjemah Indonesia

Filed under: Uncategorized — Tag: , — Ade @ 09:03


HIMPUNAN PENERJEMAH INDONESIA

KODE ETIK PENERJEMAH INDONESIA

Mukadimah

Sejarah kebudayaan bangsa-bangsa di seluruh dunia, khususnya yang mengenal aksara, dari zaman kuno hingga masa kini, telah menunjukkan pentingnya kegiatan Penerjemahan (dalam arti penerjemahan tulis dan lisan) sebagai sarana efektif untuk mengembangkan saling pengertian antarbangsa. Selain itu, pengalaman panjang berbagai bangsa yang rajin belajar dari terjemahan karya bangsa lain memberikan kesaksian bahwa kekayaan pengetahuan yang terkandung dalam karya terjemahan meningkatkan khazanah pengetahuan bangsa sendiri. Hal itu mencakupi perbendaharaan kata yang mereka serap dari naskah dalam bahasa sumber yang memperkaya perbendaharaan kata bahasa mereka sendiri. Begitu juga karya-karya sastra besar dari bangsa lain ternyata dapat menjadi ilham, rangsangan, dan pupuk, serta bahan belajar tentang dunia, ideologi, konsep, teori sejarah dan masyarakat, cara hidup, dan bahkan arti kehidupan. Pengalaman berbagai budaya di Indonesia pun menunjukkan peran positif kegiatan penerjemahan; salah satu buktinya adalah susastra daerah, misalnya susastra Jawa dan Melayu berkembang, selain berkat kreativitas para pujangganya dan juga karena penerjemahan atau penyaduran karya-karya asing dari bahasa Sanskerta, Arab, dan atau Parsi.

Dalam perkembangannya, penerjemahan juga berperan dalam bidang sosial, politik, pendidikan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karena itu, penerjemahan menduduki tempat yang strategis dalam kehidupan masyarakat.

Dengan manfaat yang tidak ternilai bagi pengembangan budaya bangsa seperti itu, tidak ayal lagi kegiatan penerjemahan merupakan sarana yang efektif bagi pengembangan sumber daya manusia. Penerjemahan merupakan salah satu sarana pencerdasan bangsa dan pencerahan kehidupan bangsa. Itulah sebabnya, di Indonesia diperlukan upaya penerjemahan buku yang serius dan terus menerus karena merupakan sumber pengetahuan bagi khalayak luas. Namun, sebagai bidang yang mandiri, penerjemahan menuntut adanya kode etik profesi tersendiri untuk melindungi Penerjemah dan masyarakat dari praktik- praktik yang tidak terpuji dan bahkan melanggar hukum.

Berdasarkan semua yang diuraikan di atas, Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) menganggap perlu adanya Kode Etik Profesi Penerjemah, yang mengatur sikap, perilaku, dan standar kinerja Penerjemah.

I. PENERJEMAH PERSEORANGAN

A. UMUM

Penerjemah berjanji:

1. menjunjung tinggi dan menerapkan asas-asas Pancasila;

2. mempertahankan standar kinerja yang tinggi, perilaku etis yang patut, dan praktik bisnis yang sehat dan karenanya mesti berusaha mencapai yang terbaik;

3. menolak menerjemahkan karya yang isinya merusak dan atau diduga dapat merusak nilai-nilai budaya bangsa dan atau mengganggu ketertiban umum dan

4. tidak memanipulasi pesan yang terkandung di dalam bahasa sumber.

 

B. KHUSUS

1. Dalam hubungan kerja antarpenerjemah, Penerjemah berjanji: a. saling menghormati dan tidak melakukan persaingan yang tidak sehat dan b. memupuk kerja sama dan solidaritas.

2. Dalam hal standar kinerja, Penerjemah berjanji berusaha mengalihkan pesan dari bahasa sumber dengan baik dan benar, dengan implikasi sebagai berikut:

a. menguasai bahasa sumber (bahasa asing, bahasa daerah) dan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dengan tingkat penguasaan yang tinggi; b. memiliki pengetahuan yang memadai tentang pokok bahasan dan peristilahannya dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran;

c. mempunyai akses kepada sumber informasi dan bahan referensi serta mempunyai pengetahuan mengenai peranti pendukungnya dan

d. terus-menerus berupaya meningkatkan, memperluas keterampilan, dan memperdalam pengetahuan tentang penerjemahan.

3. Dalam hal integritas pelaksanaan profesi, Penerjemah berjanji:

a. jujur tentang kemampuannya agar berani menolak pekerjaan penerjemahan yang tidak sesuai dengan tingkat kemampuan yang disyaratkan dan

b. menentang dan tidak melakukan segala tindakan yang termasuk dalam pelanggaran hak cipta, termasuk hak cipta karya terjemahan.

4. Dalam hal yang menyangkut klien, Penerjemah berjanji:

a. menjamin kepentingan klien seperti kepentingannya sendiri dengan tidak

membuka rahasia informasi konfidensial.

b. tanpa menunda-nunda memberitahukan klien jika ia menjumpai kesulitan yang tidak dapat diatasi dan jika terjadi sengketa, penyelesaiannya akan diupayakan melalui arbitrase;

c. menghormati kliennya dan tidak mencampuri urusan antara klien dan pihak lain.

II. BIRO PENERJEMAH

Biro Penerjemah berjanji:

A. mematuhi kode etik bagi Penerjemah perorangan seperti yang diuraikan dalam Bab I dan

B. mengikuti praktik kerja sama dengan Penerjemah sebagai berikut:

1. merumuskan hubungan kontrak dengan Penerjemah dalam perjanjian tulis dan menyatakan harapan-harapan biro penerjemah sebelum pekerjaan dimulai;

2. berpegang teguh kepada perjanjian yang sudah disepakati, yang berkaitan dengan persyaratan, pembayaran, jadwal, dan perubahan-perubahan yang disepakati, dan tidak akan secara tidak terduga mengubah uraian tugas setelah pekerjaan dimulai;

3. secara langsung berurusan dengan Penerjemah jika terjadi sengketa dengan mereka, dan jika sengketa tidak dapat diselesaikan, penyelesaiannya akan diupayakan melalui arbitrase;

4. wajib memberikan imbalan kepada Penerjemah atas setiap pekerjaan penerjemahan;

5. tidak akan merekomendasikan Penerjemah, tanpa persetujuan yang bersangkutan dan

6. memberikan kepada Penerjemah pengakuan yang biasa diberikan kepada pengarang, jika ada suatu karya terjemahan yang akan dipublikasikan atau dipentaskan yang langsung berada di bawah kendali biro penerjemah yang bersangkutan.

02/06/2010

Terjemahan Mesin Bukan Terjemahan Manusia

Filed under: Uncategorized — Tag: , , , , , — Ade @ 14:56

Seiring berkembangnya teknologi, penerjemahan pun tidak bisa terhindar dari pengaruhnya. Penerjemahan saat ini hampir selalu melibatkan penggunaan teknologi. Secara umum, berdasarkan subjek dan teknologinya, kita bisa menyebut dua jenis terjemahan: terjemahan manusia dan terjemahan mesin. Pada terjemahan manusia, proses penerjemahan dilakukan sepenuhnya oleh manusia atau dengan bantuan teknologi komputer. Jika menggunakan bantuan teknologi komputer, penerjemahan ini dikenal juga dengan nama penerjemahan berbantuan komputer (Computer Assisted Translation – CAT). Sedang pada terjemahan mesin, proses penerjemahan biasanya dilakukan oleh mesin dengan bantuan manusia. Penerjemahan ini disebut juga dengan penerjemahan berbantuan manusia (Human Assisted Translation).

Proses penerjemahan berbantuan komputer (CAT) kurang lebih sama dengan proses penerjemahan manual. Penerjemah harus membaca, memahami teks bahasa sumber, menemukan padanannya, dan kemudian menuliskannya ke dalam teks bahasa target. Proses penerjemahan sepenuhnya dilakukan oleh penerjemah (manusia). Alat bantu penerjemahan (CAT tool) hanya digunakan oleh penerjemah untuk memudahkan proses penerjemahan. Beberapa jenis program komputer yang umum dijadikan alat bantu antara lain perangkat Memori Terjemahan (Translation Memory – TM), program kamus elektronik, program manajemen terminologi (Terminology Management), program pengolah kata (word processor), program pemeriksa ejaan dan tata bahasa, dan sebagainya.

Sebaliknya, pada terjemahan mesin (Machine Translation -MT), proses penerjemahan semuanya dilakukan oleh mesin (komputer). Salah satu contoh mesin MT yang mungkin paling populer saat ini adalah Google Translate. Ketika menerjemahkan dengan Google Translate, pengguna tidak perlu terlibat dalam proses penerjemahannya. Pengguna cukup memasukkan teks bahasa sumber yang akan diterjemahkan, menjalankan mesin Google Translate, dan akan langsung mendapatkan hasil terjemahan dalam bahasa target. Pengguna hanya bertugas membantu menjalankan proses penerjemahan yang otomatis dilakukan oleh Google Translate.

Proses penerjemahan yang terjadi di dalam mesin tidak mengikuti proses penerjemahan manual pada umumnya. Mengingat proses ini sepenuhnya dilakukan oleh mesin, unsur bahasa pun diubah menjadi unsur yang dapat dikomputasikan oleh mesin. Pada Google Translate, yang merupakan MT berbasis statistik [Jenis MT lainnya adalah MT berbasis aturan tata bahasa, MT berbasis pengetahuan (KBTS), dan sebagainya], proses penerjemahan tidak banyak melibatkan pertimbangan linguistik. Google Translate hanya memindai sebuah kumpulan teks yang besar, yang berisi teks dalam bahasa sumber dan teks bahasa target yang sepadan, untuk kemudian dianalisis berdasarkan rumus-rumus statistik. Dari hasil analisis itu terciptalah data yang dapat digunakan sebagai basis untuk menerjemahkan.

Contohnya, jika dalam sebuah teks yang sepadan mesin Google Translate menemukan bahwa kata “book” muncul paling sering dalam teks bahasa Inggris, sementara dalam teks bahasa Indonesia kata yang paling sering muncul adalah “buku”, maka Google Translate akan menganggap “book” sebagai terjemahan dari “buku” [tentu saja dalam proses sesungguhnya runtutan prosesnya tidak sesederhana ini]. Kualitas terjemahan pun bergantung pada keakuratan rumus statistika yang digunakan dan kualitas teks sepadan yang dianalisis, bukan pada keterampilan bahasa yang dimiliki oleh mesin tersebut.

Mengenai kualitas terjemahan mesin, Google Translate sendiri mengakui dalam situs  mereka bahwa mesin penerjemahan yang paling canggih sekali pun saat ini belum dapat mendekati kualitas bahasa seorang penutur asli atau belum memiliki ketrampilan seorang penerjemah profesional.  Dengan tegas, Google Translate juga mencantumkan bahwa mereka mungkin akan memerlukan waktu yang lama sebelum dapat menawarkan terjemahan dengan kualitas terjemahan manusia.

Ukuran keterlibatan manusia pada proses terjemahan mesin berbanding terbalik dengan ukuran keterlibatan mesin pada penerjemahan berbantuan komputer. Pada MT, manusia hanya pembantu, sedang pada penerjemahan berbantuan komputer, mesinlah yang membantu pekerjaan manusia. Dalam proses MT, penerjemah biasanya hanya dilibatkan dalam proses penyuntingan. Ketika penerjemahan telah dilakukan oleh MT, penerjemah diminta untuk menyunting hasil akhir terjemahan. Penyuntingan seperti ini biasanya tidak akan banyak meningkatkan kualitas hasil terjemahan MT. Dengan demikian, kualitas akhir hasil terjemahan pun sebagian besar akan ditentukan oleh kualitas terjemahan MT. Sebaliknya pada terjemahan manusia, kualitas akan ditentukan oleh kualitas penerjemah tersebut, bukan oleh alat bantu penerjemahan yang digunakan.

Perangkat MT sendiri tidak dapat dikatakan sebagai sekedar alat bantu penerjemahan karena porsi kerja perangkat MT dalam penerjemahan mesin lebih besar dari pada penerjemah yang hanya melakukan penyuntingan. Oleh karena itu, hasil terjemahan MT tidak bisa disebut sebagai hasil terjemahan manusia, melainkan hasil terjemahan mesin. Jika Anda adalah pengguna terjemahan, dengan adanya fasilitas MT yang mudah diakses seperti Google Translate, Anda harus selalu menanyakan ke penerjemah sebelum melakukan kesepakatan kerja, apakah penerjemah akan menggunakan terjemahan mesin atau tidak. Jika yang Anda harapkan dari hasil terjemahan tersebut adalah hasil terjemahan manusia, dengan kualitas terjemahan manusia, maka sebaiknya Anda tidak bekerja sama dengan penerjemah yang menggunakan MT dalam proses penerjemahannya. Sebaliknya, jika Anda adalah penerjemah, Anda harus selalu bersikap etis dengan memberi tahu kepada klien Anda apakah proses penerjemahan Anda akan melibatkan MT atau tidak. Bagi pengguna alat bantu penerjemahan, masalah etika ini ke depannya dapat dipastikan akan semakin kabur mengingat sekarang ini beberapa perangkat TM mulai memasukkan MT sebagai salah satu fiturnya.

Powered by WordPress