Ade Indarta tentang menjadi seorang penerjemah

23/02/2010

Dua Bahasa Saja Tak Cukup

Filed under: Bahtera — Ade @ 10:19

Banyak orang mengira menguasai dua bahasa adalah cukup untuk menjadi modal penerjemah. Padahal kenyataannya tidak demikian. Untuk menjadi penerjemah ada beberapa modal yang perlu dimiliki oleh seseorang, dan penguasaan dua bahasa hanyalah beberapa di antaranya.

Penguasaan bahasa asing tentunya menjadi salah satu syarat utama menjadi penerjemah. Penguasaan ini tentu saja bukan hanya berupa kemampuan untuk menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari saja. Seorang penerjemah harus juga menguasai berbagai aturan tata bahasa dan konvensi yang ada. Ini penting karena untuk memahami arti sebuah teks, tidak cukup hanya dengan mengetahui arti kata dalam teks tersebut. Penerjemah yang tidak menguasai tata bahasa dan konvensi bahasa asing yang menjadi bahasa sumber biasanya akan banyak menghasilkan terjemahan yang keliru, tanpa sengaja menghilangkan makna tertentu pada teks sumber, atau juga menambah makna baru pada teks terjemahannya.

Sebaliknya, penguasaan bahasa sasaran, dalam hal ini biasanya bahasa Indonesia, juga tak kalah penting. Penguasaan bahasa asing membuat penerjemah dapat memahami dan mengerti isi teks yang akan diterjemahkan. Namun, jika penerjemah tersebut tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik, hasil terjemahannya akan sulit dibaca. Penggunaan kata yang salah eja atau penggunaan kata yang tidak baku akan membuat pembaca tidak mampu menangkap makna pada teks terjemahan kita.

Dengan hanya menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran seperti di atas, kita tidak serta-merta menjadi dapat menerjemahkan dengan baik. Penerjemahan tidak hanya sekadar menggantikan teks bahasa sumber menjadi teks bahasa asal. Proses penerjemahan seperti ini dapat kita lihat hasilnya pada penerjemahan mesin (machine translation) yang berbasis tata bahasa. Hasil penerjemahan mesin ini biasanya memiliki tingkat keterbacaan yang rendah dan sulit dipahami karena hanya menukar kata dan kalimat dalam bahasa sumber dengan bahasa sasaran, tanpa memperhatikan konteks dan hanya mengandalkan makna kamus. Untuk bisa menghasilkan terjemahan yang baik, seorang penerjemah setidaknya perlu memiliki dua modal lainnya, yaitu keterampilan membaca dan keterampilan menulis.

Modal yang pertama, keterampilan membaca, dalam hal ini tentunya bukan membaca dalam arti sempit. Keterampilan membaca ini mencakup keterampilan untuk memahami teks secara keseluruhan, mengenali konteks, menangkap makna baik yang tersurat maupun tersirat, mengenali gaya tulisan yang digunakan, dan sebagainya. Penerjemah yang tidak memiliki keterampilan membaca, meskipun sangat menguasai bahasa sumber, akan menghasilkan terjemahan yang maknanya secara kontekstual tidak tepat. Penerjemah seperti ini biasanya akan terpaku pada setiap kata dan kalimat teks yang diterjemahkannya sehingga tidak mampu memahami teks secara keseluruhan. Hasil terjemahan akan menjadi terbata-bata, sulit dipahami secara utuh.

Modal berikutnya yang seharusnya dimiliki oleh penerjemah adalah keterampilan menulis. Terjemahan, karena bentuknya yang berupa tulisan, menuntut penerjemahnya untuk menguasai keterampilan menulis. Orang yang menguasai dua bahasa dan memiliki keterampilan membaca tapi tidak memiliki keterampilan menulis akan menghasilkan terjemahan yang kaku dan literal. Hasil terjemahan biasanya akan mudah dikenali sebagai teks terjemahan. Meskipun secara tata bahasa tidak ada yang salah, terjemahan yang dihasilkan akan dapat dirasakan memiliki unsur-unsur bahasa asing yang kental. Sebaliknya, penerjemah yang memiliki keterampilan menulis biasanya mampu menghasilkan terjemahan yang luwes dan mudah dibaca. Keluwesan ini sebenarnya tercipta dari kemampuan penerjemah tersebut untuk dapat memanfaatkan berbagai teknik penulisan di dalam terjemahannya.

Kedua keterampilan di atas ditambah dengan penguasaan dua bahasa dapat menjadi modal seorang penerjemah untuk menghasilkan terjemahan yang baik: Penguasaan dua bahasa saja tidaklah cukup. Untuk menghasilkan terjemahan yang baik, seorang penerjemah hendaknya tidak hanya mempelajari bahasa sumber dan bahasa sasaran yang menjadi bahasa kerjanya, tapi juga mempelajari keterampilan membaca dan menulis. Pelatihan dan lokakarya kedua keterampilan tersebut dapat menjadi upaya penerjemah untuk meningkatkan keterampilannya dalam menerjemahkan.

Penulis: Ade Indarta. Pekerja bahasa, sekarang menjadi penerjemah di SDL International, Singapura.

(Tulisan ini pertama kali dimuat di Blog Bahtera tanggal 23 Februari 2010)

Powered by WordPress